Wednesday, April 29, 2015

Berharap Ahok Ikut Tangani Masalah di Kalibata City

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga di rumah susun sederhana milik (rusunami) Kalibata City berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ikut andil menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul di kawasan hunian mereka. Pasalnya, setelah hampir 5 tahun kawasan itu dibuka, pihak pengelola tidak mampu mengakomodir sejumlah kebutuhan maupun mencari solusi terhadap masalah sosial yang ada di sana. 

"Kita sudah menyurati Ahok, disposisinya ditujukan ke Disperum, tapi enggak ada tindak lanjutnya. Padahal, harusnya pemerintah menfasilitasi kita untuk duduk bareng. Ini kan juga sebenarnya salah satu program pemerintah yang seribu tower itu, makanya kita ingin Ahok turun tangan membantu menyelesaikan masalah ini," kata Antonius J Sitorus, salah seorang penghuni yang tergabung dalam Komunitas Warga Kalibata City (KWKC) kepadaKompas.com, Selasa (28/4/2015). 

Menurut Antonius, banyak warga Kalibata City yang merasa tidak nyaman di tempat tinggal mereka sendiri. Sebab, lingkungan sosial di sana tidak terkontrol dengan baik. Banyak praktik-praktik terselubung seperti prostitusi dan peredaran obat-obatan terlarang terjadi di Kalibata City. Bila itu terus terjadi, para warga khawatir akan berdampak pada keluarga mereka. 

"Ada 18 tower dengan sedikitnya 13.000 orang yang tinggal di sini. Kalau masalah-masalah ini dibiarkan terus menerus tentu akan membuat kami semua was-was, tidak nyaman di rumah kita sendiri," ujar Antonius. 

Permasalahan warga dengan pihak pengelola Kalibata City bermula dari tuntutan warga yang tak kunjung dikabulkan untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Menurut Antonius, P3SRS itu diinisiasi warga agar dapat mengontrol dan memantau langsung kegiatan masyarakat di sana. Dengan adanya P3SRS, sejumlah kegiatan terselubung seperti prostitusi maupun narkoba juga diklaim warga dapat dicegah. 

Lebih lanjut, P3SRS itu telah diperjuangkan warga sejak 2011 namun dihalang-halangi oleh pengelola dengan berbagai cara termasuk kekerasan. "Pengembang itu harus memfasilitasi kita untuk membuat perhimpunan kerukunan warga. Memfasilitasi di sini dalam artian menyediakan tempat sarana dan prasana, bukannya mengintervensi kita. Tapi nyatanya pengembang tidak memfasilitasi, mungkin mereka merasa akan mengganggu bisnisnya kalau ada perhimpunan kerukunan warga," ucap Antonius.

No comments:

Post a Comment