Thursday, June 25, 2015

Ahok Tak Kaget DKI Dapat Opini WDP dari BPK

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak terkejut mengetahui opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan tahun anggaran 2014. Pada laporan keuangan tahun anggaran 2013 lalu, Pemprov DKI juga mendapat opini serupa.  

"Ya memang dari dulu pasti WDP, dari dulu juga gitu kok," kata Basuki, di Balai Kota, Kamis (26/6/2015).  

Basuki mengaku banyak yang harus diperbaiki atas penggunaan anggaran daerah. Dengan dimulainya penerapan sistem e-budgeting, Basuki berharap, potensi penggelembungan anggaran yang berakibat kerugian daerah bisa terminimalisir. 

Selain itu, ia juga tak memungkiri banyak aset DKI yang hilang dan telah beralih ke pihak ketiga. Hal itu juga berpotensi pada kerugian daerah. 

"Kesalahan lama kami perbaiki. Termasuk aset-aset yang hilang dan dulu juga banyak kontrak yang ngaco," kata pria yang biasa disapa Ahok itu.  

Sedianya paripurna istimewa DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam rangka penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI tahun 2014 akan diselenggarakan pada Kamis (18/6/2015). Namun, akhirnya paripurna itu ditunda hingga Jumat (27/6/2015) esok. 

Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menjelaskan, beberapa hasil pemeriksaan laporan keuangan telah diterimanya. Seperti Dinas Pariwisata dan Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) DKI. 

"Jadi, kalau di Dinas Pariwisata itu ada kelebihan anggaran yang harus dilaporkan, kayak perjalanan luar negeri, itu anggarannya harus dikembalikan. Kalau di BPKAD, banyak aset pindah ke pihak ketiga," kata Prasetio.  

Pada laporan pengelolaan APBD tahun 2013 lalu, BPK menemukan indikasi kerugian daerah mencapai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 95,01 miliar, dan temuan ekonomi, efisien, efektif (3E) senilai Rp 23,13 miliar. 

Laporan Keuangan APBD 2013 terindikasi menunjukkan kerugian senilai Rp 59,23 miliar, antara lain tercermin pada belanja operasional pendidikan, kegiatan penataan jalan kampung, dan biaya pengendalian teknis kegiatan. 

Indikasi kerugian daerah itu muncul karena realisasi belanja tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap, seperti nota dan kuitansi yang dilengkapi identitas perusahaan.

No comments:

Post a Comment