Jakarta -Salah satu tugas presiden baru ke depan adalah mengevaluasi belanja pemerintah pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), terutama pada sisi belanja pegawai yang jumlahnya sangat besar bila dibandingkan dengan belanja modal atau infrastruktur.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil mengatakan anggaran belanja pegawai setidaknya dapat direformasi dan dialihkan ke belanja yang lebih produktif. Terutama yang dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur.
"Birokrasi itu dialihkan keberpihakannya ke rakyat gitu lho, ya kan siapapun presiden nanti yang terpilih, ini akan menjadi persoalan," ungkapnya di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (8/7/2014)
Menurut Rizal, Presiden baru harus dapat menjelaskan ke mana anggaran negara yang selama ini diberikan.
"Makanya saya katakan kalau sekarang, rakyat itu bertanya ini kue pembangunan ini untuk siapa? Untuk kami atau untuk birokrasi. Kalau lihat angka tadi pasti dibilang untuk birokrasi. Oke ini kita koreksi sama-sama," jelasnya.
Ia mencontohkan yang terjadi pada Papua dengan dana otonomi khusus Rp 57,7 triliun dan terus meningkat dari tahun 2001. Namun indeks pembangunan manusia (IPM) masih sangat rendah. Bahkan terendah secara nasional dengan poin 73,29.
"Tadi angkanya triliunan itu tidak satu pun merubah angka IPM-nya Papua, apa artinya, ya nggak ada pembangunan dong. Orang bertanya bagaimana pembangunan kesehatan, bagaiaman pembangunan pendidikan, ya kan? Jadi itu konsen kita bagaimana keberpihakan yang keliatan selama ini harus lebih kuat," paparnya.
(mkl/ang)
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil mengatakan anggaran belanja pegawai setidaknya dapat direformasi dan dialihkan ke belanja yang lebih produktif. Terutama yang dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur.
"Birokrasi itu dialihkan keberpihakannya ke rakyat gitu lho, ya kan siapapun presiden nanti yang terpilih, ini akan menjadi persoalan," ungkapnya di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (8/7/2014)
Menurut Rizal, Presiden baru harus dapat menjelaskan ke mana anggaran negara yang selama ini diberikan.
"Makanya saya katakan kalau sekarang, rakyat itu bertanya ini kue pembangunan ini untuk siapa? Untuk kami atau untuk birokrasi. Kalau lihat angka tadi pasti dibilang untuk birokrasi. Oke ini kita koreksi sama-sama," jelasnya.
Ia mencontohkan yang terjadi pada Papua dengan dana otonomi khusus Rp 57,7 triliun dan terus meningkat dari tahun 2001. Namun indeks pembangunan manusia (IPM) masih sangat rendah. Bahkan terendah secara nasional dengan poin 73,29.
"Tadi angkanya triliunan itu tidak satu pun merubah angka IPM-nya Papua, apa artinya, ya nggak ada pembangunan dong. Orang bertanya bagaimana pembangunan kesehatan, bagaiaman pembangunan pendidikan, ya kan? Jadi itu konsen kita bagaimana keberpihakan yang keliatan selama ini harus lebih kuat," paparnya.
No comments:
Post a Comment